05 September 2009

Kita; Progresif Apa Regresif Revolusioner?

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Setiap generasi mempunyai beban sejarah, maka sejarah itu akan kita emban sampai torehan tinta emas bercahaya bak matahari pagi, agar kelak kita tidak menjadi catatan sejarah sebagai pasukan rakyat yang mundur dari medan perang”. “Yang benar, pasti tetap benar. Yang benar pasti menang. Perjalanan sejarah umat manusia akan membuktikannya. Kita tahu itu. Tapi kebenaran itu akan menang bila kita perjuangkan. Apakah kita akan membebankan kepada generasi kita selanjutnya, padahal itu adalah tugas sejarah kita, kawan.....”. (http://progresifrevolusioner.blogspot.com)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kutipan dari salah satu blog di atas merupakan ajakan nurani kita sebagai generasi penerus bangsa. Setiap generasi penerus juga dituntut untuk menguasai dunia, minimal dunia dalam diri sendiri terlebih dunia sekitar kita. Sebagai generasi penerus, kita juga dituntut untuk selalu mewarnai kehidupan kita dengan aksi-aksi yang bermanfaat baik untuk diri kita sendiri maupun orang lain. Sejarah telah mencatatkan tinta emasnya dalam pendakian puncak kemerdekaan bangsa yang salah satunya melalui ukiran tangan (aksi) seorang pemuda dalam hal ini adalah mahasiswa yang tentunya mahasiswa tersebut adalah generasi bangsa.

Aksi atau gerakan mahasiswa, dengan tidak menafikan kelebihan dan kelemahannya, telah menjadi salah satu kekuatan signifikan dalam konteks perubahan ekonomi-politik di Indonesia. Beberapa proses politik kekuasaan di Indonesia tidak terlepas dari buah tangan gerakan mahasiswa, baik dalam aktifitas lansung maupun dengan bentuk-bentuk solidaritas. Agaknya, dalam membicarakan gerakan mahasiswa Indonesia perlu di lihat konteks sosial-histori (baca; kurun sejarah) dan dinamika politik yang membentuknya. Karena gerakan mahasiswa secara objektif digerakkan oleh kondisi-kondisi material baik dalam lingkungan sosial kampus, maupun lingkungan ekonomi–politik sekitarnya yang menyesaki dada para mahasiswa.

Mahasiswa merupakan pelajar tingkat tinggi yang memiliki kemampuan yang luar biasa dalam hal keilmuan. Ini terlogikan oleh terlaluinya sebuah jenang pendidikan sebelumnya. Ini artinya seorang mahasiswa
sudah mampu memahami ataupun mengerti materi-materi yang telah didapatkan pada masa TK sampai SMA. Hal ini berimplikasi pada paradigma berpikir seorang mahasiswa, disamping karena faktor psikologis manusia itu sendiri. Dalam frame mahasiswa, seseorang diharapkan dapat berpikir kritis terhadap sesuatu, minimal setiap kita melihat sebuah kejadian pikiran kita akan menilainya, dan itulah mahasiswa.

Seorang mahasiswa tidak dapat dilepaskan begitu saja dari perubahan, karena mahasiswa adalah agent of change. Perubahan pada hakekatnya sudah menjadi kebutuhan setiap umat manusia. Bukankah kita semua menginginkan perubahan itu positif bernilai lebih dari sebelumnya? Perubahan memang tidak datang dengan sendirinya apalagi datang tiba2 melainkan sebuah proses torehan prestasi kerja keras yang tidak mudah. Ketidak mudahan dalam hal perubahan bisa di-cover dengan sebuah kemampuan yang lebih. Artinya meski merubah sesuatu yang positif itu sulit, tapi kesulitan itu dapat diminimalis dengan sebuah kemampuan, salah satunya adalah kemampuan berpikir dan yang mempunyai kemampuan berpikir yang lebih salah satunya adalah seorang mahasiswa. Dalam hal ini mahasiswa ketika melakukan sebuah perubahan diharapkan untuk lebih optimal dan efesien dibanding dengan status sosial yang berada di bawahnya. Dengan kata lain adalah pogresif revolusioner. Pertanyaannya masih adakah sifat tersebut terbesit dalam sanubari kita? Jangan sampai prilaku kita malah sebaliknya yaitu regresif revolusioner.

Seperti apakah mahasiswa yang progresif revolusioner itu?

Malik Fajar (mantan menteri pendidikan cabinet gotong royong di era pemerintahan Megawati Soekarno Putri) menggolongkan mahasiswa menjadi 3 macam. Pertama, Mahasiswa Utun. Tipologi mahasiswa yang seperti ini adalah mahasiswa yang tekun dalam bangku perkuliahan. Kedua, Mahasiswa Unjuk Diri. Sebagian besar mahasiswa adalah generasi pertama yang mengenyam pendidikan Tinggi artinya kebanyakan dari orang tua mereka adalah lulusan SLTA maupun di bawahnya sehingga hal ini menimbulkan kesadaran dalam diri mereka untuk berubah di kalangan keluarga mereka meskipun kondisi ini kadang harus berbenturan dengan faktor ekonomi,dan ketiga, Mahasiswa Asal Katut, Tipologi mahasiswa yang seperti ini adalah model mahasiswa duduk di bangku perkuliahan apa adanya bisa kita katakan sebagai pemburu nilai C (Fajar, 2002:76).

Seperti yang telah disebutkan diatas, mahasiswa harus kritis. Kritis adalah sikap yang tegas/tanggap dan teliti yang dikaji secara mendalam dalam menanggapi setiap persoalan. Sikap ini akan mendorong perubahan secara bertahap karena dengan sikap ini mahasiswa dapat menjadi oposisi idealis-progresif yang selalu bergerak dalam jalur kebenaran, tidak mudah di tunggangi setiap gerakannya oleh oknum-oknum yang merusak citra mahasiswa, selalu melakukan perlawanan terhadap kesewenang-wenangan dan penindasan. Jadi sikap yang harus dibumikan oleh mahasiswa sekarang ini adalah Kritis Progresif bukan Apatis (sikap yang tidak mau peduli) ataupun Prontal (keras dalam menyikapi persoalan, tidak fleksibel). Sikap apatis sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemerdekaan berpikir, juga nilai yang termaktub dalam tridharma perguruan tinggi yaitu pembelajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Nilai ini mengandung makna yang sangat mulia bila dapat terejawantahkan oleh mahasiswa secara proporsional dan progresif.

Sikap kritis harus diberi batasan atau penjelasan menyeluruh mengenai bangunan terminologinya karena jika kritis tanpa aturan maka justru akan menjerumuskan kita pada ektrimisme pemikiran. Sikap kritis tidak akan menjeruskan diri kita pada degradasi pemikiran malah justru hal ini akan membawa kita pada proses penempatan masalah secara proporsional dan mendapatkan hasil maksimal. Sikap kritis ini membtuhkan kesabaran progresif revolusioner, artinya dalam menyikapi permasalahan kita kaji dulu dengan berbagai prespektif, alasan yang menjadi dasar permasalahan, siapa aktor dibalik permasalahan itu (baground atau ideologinya) dan seterusnya tetapi kita tetap berusaha dengan keras dan membaca secara serius serta mempertimbangkan dampak (ekses) atas permasalahan tersebut dan juga kita analisa ekses permasalahan tersebut ditangani dengan sikap kita. Permasalahnnya sekarang mampukah kita menahan diri kita untuk tidak bersikap reaktif prontal sebelum kita cukup bukti dan mengkaji lebih mendalam terhadap suatu permasalahan. Dewasa ini kita harus jeli dalam melihat realitas yang berkembang karena adanya globalisasi yang membuat sermakin tak ada batas antara suatu negara dengan negara lain yang dengan sendirinya apapun kebijakan yang diambil oleh suatu negara tak bisa dilepaskan begitu saja oleh pengaruh(lebih jauh intervensi) negara lain. Kalau kondisinya sekarang seperti ini. Bukankah kita membutuhkan kesabaran dalam melihat persoalan yang terbaca oleh pikiran kita yang harus mengarahkan pola pikir kita lebih luas (global) sehingga kita tidak terstigma dalam berpikir hanya untuk hedonisme belaka apalagi jika solusi yang kita tawarkan justru menmojokkian diri kita sendiri apalagi bangsa kita. Kalau seperti ini kita coba introspeksi dalam diri kita mampukah kita bersikap sabar yang progresif revolusioner padahal sabar saja itu sangat sulit dilakukan, bukan?

Tulisan di atas disarikan dari berbagai sumber, yaitu:
1.http://progresifrevolusioner.blogspot.com
2.http://em4lzy.multiply.com/journal/item/13/antara_apatis
3.http://www.carikampus.com/index.php?action=news.detail&id_news=105

1 komentar:

Silahkan kasih komentar dan mohon cantumkan blog pribadinya juga! Terima Kasih...