Suatu kemodernan akan memunculkan sebuah tren,
dimana dari tren tersebut berimplikasi pada perubahan budaya.
Antaran
Modern dalam arti luas adalah suatu hal yang kadang-kadang menyenangkan dan kadang pula begitu menakutkan. Dikatakan menyenangkan karena dari hal yang modern, manusia bisa meningkatkan harkat dan martabatnya. Begitu juga sebaliknya, dia akan begitu menakutkan karena bisa ”membunuh” manusia itu sendiri. Namun, kedua hal yang distortif tersebut adalah bermuara pada kemampuan dari setiap individu manusia. Artinya, kalau manusia bisa mampu mengatasi sebuah kemodernan, maka hal itu menyenangkan, akan tetapi kalau manusia tidak mampu mengatasinya, bukan tidak mungkin hal tersebut akan menjadi sesuatu yang selalu menghantui pikiran (ghost of mind) manusia, dan hal ini berlaku juga pada salah satu produk sisi modernitas, yaitu Dunia IT.
IT (Information of Technologi) atau yang dikenal dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dari tahun ke tahun berkembang sangat pesat. Hampir di setiap sisi kehidupan ada IT dan itu tidak bisa terelakkan. Bahkan saking pesatnya perkembangan IT, sampai-sampai salah satu produknya yaitu Handphone (HP) atau ponsel secara kuantitas melebihi jumlah sikat gigi di muka bumi ini. Data tersebut diambil dari pernyataan President Qualcomm untuk wilayah Asia Tenggara dan Pasifik John Stefanac yang menyatakan bahwa ada sebanyak 5 miliar unit ponsel ada di planet bumi yang angka tersebut hampir mendekati jumlah penduduk bumi saat ini sekitar 6 miliar jiwa. Dari hal tersebut tidak salah jika banyak orang beranggapan bahwa manusia dalam kehidupannya tidak bisa lepas dari makhluk yang bernama IT dan ini terjadi dalam dunia pendidikan.
Dalam dunia pendidikan, khususnya di Indonesia peran IT sangat signifikan. Ini dibuktikan dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan TIK di Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional yang secara global menerangkan bahwa untuk mengelola data-data yang berkenaan dengan pendidikan baik itu data guru, siswa dan seterusnya, pemerintah menggunakan media TIK sebagai salah satu tool-nya.
Kemudian Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 pasal 35 ayat 1 disebutkan bahwa standar sarana dan prasarana pendidikan mencakup ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, dan sumber belajar yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Namun tidak hanya pendidikan yang dikoordinir pemerintah (lembaga formal) saja yang menggunakan TIK, pendidikan non formal pun juga tidak lepas dari pengaruh TIK.
TIK Dalam Pesantren
Berbicara masalah pendidikan non formal, pasti di dalamnya terdapat beberapa varian dan salah satu varian tersebut adalah lembaga pendidikan pesantren. Kalau kita tilik dalam sisi histori, pesantren merupakan lembaga non formal yang konsep pendidikannya memakai metode salaf. Artinya konsep pendidikan yang dipakai di pesantren adalah konsep yang ditelorkan oleh founding father pesantren yaitu walisongo dan kebanyakan konsepnya adalah tradisional. Namun, seiring dengan berkembanganya zaman, konsep ataupun model tersebut dikolaborasikan dengan hal yang berbau modern.
Dalam konteks kontemporal pesantren yang nota bene-nya merupakan lembaga pendidikan yang out put-nya diharapkan berguna bagi kehidupan di masyarakat, tentunya harus memadukan antara konsep pendidikannya yang tradisional dengan konsep yang modern. Ini harus dimanifestasikan dalam penambahan-penambahan kurikulum ekstra atau fasilitas yang menunjang kebutuhan modern itu sendiri, sehingga santri yang nantinya kembali (boyong) akan siap menghadapi tuntutan masyarakat.
Dari perkembangan lembaga pesantren, Soekamto (1999:3) mengemukakan pola-pola pondok pesantren terdiri dari 5 pola, yang secara berurutan unsr-unsurnya berkembang dari sederhana ke kompleks. Pola I terdiri dari bangunan masjid dan kyai; pola II terdiri dari masjid, rumah kyai dan pondok; pola III terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok dan madrasah; pola IV terdiri dari masjid, rumah kyai, pondok dan madrasah dan tempat keterampilan; pola V terdiri dari bangunan masjid, rumah kyai, pondok, madrasah, tempat keterampilan, universitas dan gedung perkantoran. Dari pendapat tersebut, mungkin pada pola IV dan V media TIK untuk pertama kalinya muncul di pesantren. Atau dengan kata lain, pesantren yang didalamnya terdapat pendidikan baik formal maupun non formal dimungkinkan menjadi obyek yang pertama kalinya mengenal TIK.
TIK dalam dunia pesantren mau tidak mau harus ada. Disamping sebagai tuntutan zaman dan masyarakat, TIK juga dimanfaatkan untuk keperluan manajemen. Tidak sedikit pesantren yang menggunakan media TIK untuk pengelolaan manajemen. Karena TIK sendiri merupakan produk modern yang bisa meningkatkan produktifitas dengan cara menyediakan sistem-sistem demi efektivitas operasional dari pengurus pesantren itu sendiri. Disamping itu, untuk menambah kekuatan (strength) sebuah pesantren, TIK bisa digunakan untuk media sosialisasi kepada masyarakat dan media untuk mempererat antara pesantren dengan stakeholder atau santri yang sudah keluar (alumni), sebab pesantren itu bisa kuat karena beberapa faktor, dan salah satu faktor tersebut adalah peran serta alumni.
Untuk menunjang kemajuan pendidikan pesantren dalam bidang TIK, pemerintah pun juga berperan akan hal itu. Pada pertengahan tahun 2007 setelah melakukan penelitian ke beberapa instansi pemerintahan daerah kota/kabupaten, pemerintah pusat lewat pemerintah daerah melakukan penelitian ke beberapa pesantren yang intinya survei terkait infrastruktur ICT (information and Communication Technologies) yang dimiliki oleh pesantren dan memberikan bantuan kepada pesantren yang dinilai layak sebagai pilot project untuk mengembangkan pesantren dengan media TIK, dan dengan bantuan tersebut pesantren yang diharapkan sebagai pusat (centre of excellence) bagi lahirnya guru-guru agama dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Mencermati perkembangan TIK pada masa kini dan mendatang disertai dengan perkembangan kebudayaan, maka pendidikan pesantren tidak harus mengesampingkan pendidikan tersebut, terutama dalam menumbuhkan Islamic technological-attitude (sikap berteknologi secara Islami) dan technological-quotient (kecerdasan berteknologi) sehingga santri memiliki motivasi, inisiatif dan kreativitas untuk memahami teknologi.
Tantangan Dunia IT di Pesantren
Untuk menjawab tantangan zaman, pesantren harus terbuka dan siap memasuki era informasi yang serba cepat dengan memiliki beberapa media dalam menunjangnya. Tuntutan tersebt tidak mungkin dihindari. Salah satu langkah yang bijak adalah mempersiapkan pesantren tidak “ketinggalan kereta” agar tidak kalah dalam persaingan.
Namun, untuk menggapai hal itu, pesantren dihadapkan beberapa persoalan, salah satunya adalah karena terbatasnya dana. Ini wajar karena media IT masih sangat mahal, IT masih merupakan bawang mewah (lux). Apalagi buat pesantren yang masih dalam tahap pengembangan secara fisik. Artinya, pesantren yang masih dalam tahap tersebut tentunya akan memperioritaskan dananya untuk mengembangan secara fisik dari pada mengembangkan sarana yang bersifat sekunder. Tentunya hal ini sangat berpengaruh pada perkembangan media IT di pesantren tersebut.
Disamping itu bagi pesantren yang masih konservatif bahkan ortodoks, tentunya IT akan dianggap musuh besar (the big enemy). Karena bagi mereka IT merupakan produk kapitalis barat yang akan membawa mereka pada tataran sekulerisme, dan bahkan sebagian dari mereka mengharamkan IT sebagai bagian dari hidup mereka. Masih adanya paradigma semacam itu merupakan tantangan (challenge) tersendiri bagi dunia IT di pesantren.
Masuknya dunia IT semisal internet di pesantren tentunya juga akan memberikan implikasi yang signifikan terhadap sikap bagi penghuni pesantren, dalam hal ini adalah santri. Karena selain menawarkan kemudahan teknologi informasi juga membawa dampak negatif yang luar biasa jika tidak diantisipasi. Kekhawatiran pun muncul. Tidak jarang, akibat internet kebiasaan-kebiasaan yang menjadi ciri khas seorang santri menjadi hilang. Betapa tidak, belakangan ini santri lebih nyaman ngobrol di dunia maya, dari pada ngobrol di dunia nyata. Mereka telah kehilangan kemampuan untuk bersosialisasi dengan yang lain dan cenderung nyaman dengan kehidupan online. Padahal, jika membutuhkan sesuatu yang penting dalam kehidupan, yang menolong atau membantu kita bukanlah orang-orang yang dikenal dalam kehidupan maya, tapi orang yang hidup disekitar kita. Dan ironisnya, gara-gara internet seorang santri melanggar tata aturan yang telah digariskan pesantren.
Itu hanya salah satu contoh dari pengaruh dunia IT di pesantren disamping pengaruh-pengaruh yang lain. Dunia IT bak bermuka dua, bermuka baik dan jelek. Barang siapa yang bisa memanfaatkan IT dengan baik, maka dia akan “bertemu” dengan muka baik-nya IT. Begitu sebaliknya, proses transformasi tanpa batas dunia IT bisa menjadi virus yang bisa mematikan penikmatnya tanpa pandang bulu.
Terlepas dari pengaruh-pengaruh dunia IT di pesantren, memang dunia IT sangat penting bagi pendidikan pesantren. Agar implikasi negatif dunia IT di pesantren tidak menyebar atau setidaknya meminimalisir hal tersebut, dibutuhkan monitoring (pengawasan) oleh pihak-pihak terkait dalam pesantren dengan membuat peraturan ataupun undang-undang yang mengaturnya. Karena membiarkan teknologi informasi dan komunikasi melenggang tanpa adanya sebuah pengawasan, tanpa kontrol, atau bahkan pula tanpa undang-undang, adalah sikap yang berani sekaligus merupakan tindakan yang berbahaya. Namun, yang paling penting adalah dibutuhkan tanggung jawab moral yang besar kepada setiap pengguna Teknologi Informasi dan Komunikasi. Terlebih lagi jika pemanfaatannya itu didasari nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan, etika, etiket, estetika dan kearifan para pemakainya. Semoga kita disadarkan akan hal itu! Wallohu a’lam.
Pustaka
- Sukamto (1999), Kepemimpinan Kyai Dalam Pesantren. Jakarta. LP3ES
- Pengembangan Pesantren Berbasis ICT: Pesan(tren) Sebuah Pengantar. Online.http://www.docstoc.com/docs/22075930/Pengembangan-Pondok-Pesantren-Berbasis-ICT.
- Situs Kementerian Pendidikan Agama: http://balitbangdiklat.kemenag.go.id
Silahkan kasih komentar dan mohon cantumkan blog pribadinya juga! Terima Kasih...